Oleh: Muhammad Alim (Mbah Alim)
Menulis itu tidak pakai bolpoin dan menyusun kata. Menulis itu membuat suatu perwujudan. Sebagai bentuk syukur, berwujud ibadah, berwujud dzikir, berwujud apapun yang mengajak kepada penghambaan. Perpaduan antara keinginan, kasih sayang, dan dambaan atas kasih sayang-Nya.
Tema-tema dunia begitu penuh, ingin dicintai semua. Namun kebanyakan mata hanya plirik-plirik terhadapnya. Tak melihat yang sebenarnya.
Sebenarnya tak ada yang boleh beralasan "bingung mau mengangkat tema apa dalam tulisan", sedang dalam lentik jari yang jentak-jentik memilih huruf ini ada berjuta tema.
Apalagi dalam pandang mata. Wuih, tak terhingga jumlahnya. Karena setiap kali pandang juga ada berjuta makna. Tinggal kita, mau atau tidak.
Kesempatan bisa diciptakan. Menyusun tema yang berserakan. Tinggal kata "ya" saja yang selalu dipenjarakan dalam hati, dibelenggu dalam nafsu, dan kemudian dicampakkan begitu saja dengan membuang pandang.
Begitu besar malam ini. Kadang kita lupa untuk melakukan permohonan maaf kepada diri sendiri. Kita tak pernah meminta maaf kepada penglihatan kita. Kita tak pernah meminta maaf kepada tangan dan kaki kita. Padahal kita tlah menyia-nyiakan mereka. Ketika mereka mengajak berdzikir (mengingat) atas kuasa penciptanya, malah kita ajal mereka melakukan hal yang sia-sia.
Kita tlah selalu dzolim kepada mereka yang menjadi bagian dari diri kita sendiri. Semoga malam akan selalu menjadi malam. Tempat para air mata mewujudkan kesetiaannya.
*
Bojonegoro, 11 April 2018
Komentar